images

armedia.news | Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah mempersiapkan regulasi yang akan mewajibkan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) setiap tahun bagi pengemudi ojek online (ojol). Langkah ini diambil setelah untuk pertama kalinya pada tahun 2025 para pengemudi ojol menerima semacam bonus Hari Raya atau Bantuan Hari Raya (BHR) dari perusahaan aplikator. Selama ini, pengemudi ojol berstatus sebagai mitra pengemudi dan tidak tercakup dalam aturan THR layaknya karyawan formal, sehingga belum ada kepastian hukum terkait hak THR bagi mereka. Pemerintah berupaya mengisi kekosongan aturan tersebut demi melindungi kesejahteraan pengemudi sekaligus mempertahankan iklim bisnis layanan ojol.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menegaskan bahwa pemerintah akan mencari formulasi yang tepat agar kebijakan THR ini tidak merugikan kedua belah pihak, baik perusahaan aplikator maupun para driver ojol. “Prinsip negara itu melayani dua kepentingan: kepentingan industrinya dan kesejahteraan drivernya. Dua komponen ini harus terlayani,” ujarnya. Pemerintah menyadari pentingnya menjaga keberlangsungan industri transportasi online sekaligus memastikan para pengemudinya mendapat perlindungan sosial yang layak. Rencananya, pembahasan aturan THR ojol ini akan dikoordinasikan oleh Kementerian Sekretariat Negara bersama sejumlah kementerian terkait dan perusahaan aplikator, agar diperoleh payung hukum yang komprehensif. Saat ini opsi berupa Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP) masih dikaji, namun idealnya regulasi akan berbentuk PP untuk memberikan landasan yang kuat.

Alasan Pemerintah Mengatur THR bagi Pengemudi Ojol

Pemerintah menjelaskan bahwa pemberian THR bagi pengemudi ojol didorong oleh beberapa alasan utama. Pertama, THR sudah menjadi budaya dan tradisi dalam hubungan ketenagakerjaan di Indonesia menjelang hari raya keagamaan. Presiden Prabowo Subianto telah mengarahkan agar pemerintah memberi perhatian khusus kepada para driver ojol dan kurir online yang selama ini belum terjangkau hak THR. Menindaklanjuti arahan tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengeluarkan imbauan kepada seluruh perusahaan layanan transportasi dan pengantaran berbasis aplikasi untuk memberikan bonus hari raya berupa uang tunai kepada para pengemudi dan kurir mereka. “THR ini adalah budaya kita. Kami ingin momentum THR menjadi bukti bahwa pengusaha dan driver itu harmonis bersama-sama,” ungkap Yassierli saat menerima perwakilan pengemudi ojol. Pemerintah ingin kehadiran THR bagi pekerja sektor informal digital ini menjadi simbol kepedulian perusahaan (aplikator) terhadap mitra pengemudinya, sehingga tercipta hubungan industrial yang lebih harmonis dan saling menguntungkan.

Alasan kedua adalah faktor kesejahteraan dan keadilan sosial. Para pengemudi ojol merupakan pekerja informal yang pendapatannya fluktuatif dan tidak menikmati fasilitas layaknya karyawan tetap (seperti gaji tetap atau jaminan sosial penuh). Dengan adanya THR, diharapkan mereka dapat merasakan tambahan pemasukan menjelang Hari Raya layaknya pekerja formal. Pemerintah menyebut kebijakan ini sebagai wujud keberpihakan kepada pengemudi ojol, mengingat peran mereka yang vital dalam layanan transportasi sehari-hari. Aspirasi dari para pengemudi juga menjadi pertimbangan penting: sebelumnya, komunitas driver ojol telah menyuarakan tuntutan mereka agar mendapatkan THR, bahkan melalui aksi unjuk rasa di depan Kantor Kemnaker pada Februari 2025. Menaker Yassierli mengatakan pemerintah hadir mendengarkan aspirasi ini dan ingin mewujudkan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja platform online. Hal ini sejalan dengan tren di berbagai negara lain yang mulai memberikan kepastian regulasi bagi pekerja gig economy atau platform, berdasarkan kajian yang dilakukan Kemnaker bersama para pakar dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Selain itu, pengalaman tahun 2025 menunjukkan perlunya aturan yang jelas agar pelaksanaan THR ojol lebih adil. Saat pemberian pertama kalinya tahun itu, belum semua pengemudi merasakan manfaat yang sama. Selama beberapa tahun terakhir belum ada regulasi khusus mengenai THR untuk driver ojol, sehingga mekanismenya diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Akibatnya, muncul perbedaan besaran THR dan persyaratan penerimaan yang ditetapkan sepihak oleh aplikator. Dengan regulasi yang tengah disiapkan, pemerintah ingin memastikan standar minimal pemberian THR bagi seluruh pengemudi ojol setiap tahun, sehingga tidak terjadi lagi disparitas atau pengemudi yang terlewatkan. Langkah ini diyakini akan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak: perusahaan memiliki panduan jelas, dan pengemudi memiliki kepastian hak menjelang hari raya.

Dampak Kebijakan bagi Pengemudi Ojol

Kebijakan THR bagi pengemudi ojek online ini diharapkan membawa dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan mereka. Bagi para driver ojol, THR ibarat “bonus tahunan” yang sangat membantu memenuhi kebutuhan menjelang Lebaran atau hari raya keagamaan masing-masing. Selama ini, banyak pengemudi ojol merasakan beban ekonomi tambahan saat periode hari raya – misalnya untuk mudik, membeli keperluan keluarga, atau sekadar merayakan Idulfitri bersama sanak saudara. Dengan adanya pencairan THR sebelum hari raya (ditargetkan paling lambat H-7 Lebaran sesuai kebijakan pemerintah), para driver akan mendapatkan suntikan dana ekstra tepat waktu. “Saya harap kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik demi kesejahteraan para pengemudi dan kurir online,” ujar Menaker Yassierli mengenai pentingnya THR itu tiba sebelum perayaan.

Dampak finansialnya pun tidak kecil. Kemnaker melalui Surat Edaran Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 sempat mengatur bahwa besaran bonus hari raya untuk ojol yang berprestasi adalah sekitar 20% dari rata-rata pendapatan bulanan selama 12 bulan terakhir. Jika ketentuan ini dijadikan acuan, seorang pengemudi ojol aktif bisa menerima ratusan ribu rupiah tambahan, bahkan menembus angka di atas satu juta rupiah bagi pengemudi roda empat. Pada pelaksanaan tahun 2025, tercatat besaran bonus tertinggi yang diterima mitra driver Gojek roda dua sekitar Rp 900 ribu, dan untuk mitra pengemudi roda empat (taksi online) hingga Rp 1,6 juta. Jumlah ini tentunya sangat berarti bagi pengemudi sebagai pendapatan ekstra di luar hasil narik harian mereka. Banyak pengemudi mengaku uang THR tersebut dialokasikan untuk kebutuhan keluarga saat Lebaran, seperti membeli bahan makanan, pakaian untuk anak, atau dikirim kepada orang tua di kampung halaman.

Baca juga :  Pengemudi Ojol dengan Dua Akun Berpotensi Dapatkan Bonus Hari Raya Ganda

Di samping manfaat finansial langsung, kebijakan ini juga berdampak psikologis positif. Para pengemudi ojol merasa diapresiasi dan diakui kontribusinya. Selama ini, salah satu keluhan utama mitra driver adalah status kemitraan mereka yang sering dianggap kurang memperoleh perhatian seperti halnya karyawan. Dengan diberikannya THR, mereka merasa jerih payah sepanjang tahun turut dihargai. “Saya bersyukur Presiden menanggapi serius tuntutan terkait THR. Harapannya kebijakan ini bisa dirasakan semua,” ujar Nazid Rahman, salah satu driver ojol, menanggapi rencana aturan tersebut. Senada dengan itu, pengemudi lain berharap bonus semacam THR diberikan merata. “Seharusnya Gojek memberikan ini kepada semua mitra driver,” kata Restu Fahlevi, pengemudi ojol yang telah bergabung sejak 2018, mengapresiasi langkah pemerintah namun mendorong agar tidak ada driver yang dikecualikan.

Namun demikian, ada pula kekhawatiran di kalangan pengemudi terkait keadilan kriteria dan jumlah THR yang diterima. Pengalaman tahun 2025 menunjukkan beberapa pengemudi hanya memperoleh bonus sangat kecil. Keluhan muncul di media sosial bahwa sebagian driver ojol hanya menerima Rp 50 ribu sebagai “THR” dari aplikator. Jumlah tersebut jauh di bawah hitungan 20% pendapatan rata-rata, yang bila ditelusuri berarti driver tersebut seolah hanya berpenghasilan Rp 250 ribu per bulan – angka yang dinilai tidak masuk akal bagi pengemudi ojol aktif. Kasus ini menimbulkan kekecewaan dan kemarahan. Bagi pengemudi yang hanya mendapat puluhan ribu rupiah, bonus tersebut nyaris tidak berdampak banyak untuk menopang kebutuhan Lebaran. Hal ini pula yang mendorong pemerintah semakin serius menyusun aturan agar mekanisme dan besaran THR lebih proporsional ke depannya, sehingga setiap pengemudi mendapatkan manfaat yang berarti dari kebijakan ini, bukan sekadar jumlah simbolis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tanggapan dari Berbagai Pihak Terkait

Kebijakan pemerintah untuk menyiapkan aturan THR bagi pengemudi ojol ini mendapat beragam tanggapan dari para pemangku kepentingan terkait. Secara umum, para pengemudi ojol dan komunitas mereka menyambut baik niat pemerintah memberikan perhatian lebih. Mereka menilai hal ini sebagai terobosan positif dalam memperjuangkan hak-hak pekerja sektor informal. “Kami mengapresiasi langkah pemerintah mendorong aplikator memberikan THR berupa uang tunai,” ungkap Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), yang selama ini aktif memperjuangkan nasib driver online. Menurutnya, keputusan pemerintah turun tangan menunjukkan keseriusan negara hadir untuk para pekerja gig economy. Banyak driver berharap aturan jelas dari pemerintah akan membuat perusahaan aplikator tidak bisa lagi mengabaikan kesejahteraan mitranya.

Meski demikian, kalangan asosiasi pengemudi ojol juga memberikan catatan kritis. Mereka menyoroti pelaksanaan pemberian THR tahun 2025 yang dianggap belum merata. Lily Pujiati menggarisbawahi bahwa kriteria yang diterapkan perusahaan untuk menentukan siapa saja driver yang menerima bonus itu cenderung diskriminatif. “Kami melihat ada upaya perusahaan menghindari kewajiban membayar THR dengan cara tidak memberikannya kepada seluruh pengemudi ojol, taksi online, atau kurir,” ujarnya dalam keterangan pers. Ia menjelaskan, berdasarkan laporan yang diterima serikat, perusahaan hanya memberikan bonus Hari Raya kepada kategori driver tertentu – misalnya yang digolongkan sebagai mitra juara, mitra andalan, atau pengemudi teladan – berdasarkan indikator seperti jam kerja, tingkat penerimaan order, dan rating. Akibatnya, driver yang dianggap kurang aktif atau performanya di bawah standar perusahaan tidak mendapat apa-apa. “Bagi kami ini sangatlah diskriminatif… Kami menuntut agar **THR dibayarkan kepada *seluruh* pengemudi ojol, taksi online, dan kurir** yang pernah bekerja dan berkontribusi atas profit platform, tanpa memandang status keaktifan,” tegas Lily.

Senada dengan itu, asosiasi driver ojol Garda Indonesia juga melontarkan kritik tajam. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, bahkan menuduh beberapa perusahaan “menipu Presiden” terkait laporan pembayaran THR ojol. Ia mengecam keras perusahaan yang diundang ke Istana Merdeka oleh Presiden Prabowo tetapi diduga hanya pencitraan memenuhi imbauan pemerintah. “Perusahaan aplikasi menyampaikan kepada Presiden RI bahwa BHR untuk ojol hampir Rp 1 juta, namun kenyataannya banyak pengemudi hanya menerima Rp 50 ribu saja,” ujarnya. Igun menilai hal ini sebagai bentuk pembangkangan terhadap amanat pemerintah dan merugikan para driver. Garda Indonesia mengancam akan menggalang aksi kolektif pengemudi se-Indonesia jika ke depan perusahaan ojol masih abai atau mencari celah untuk menghindari kewajiban THR. Tanggapan keras dari asosiasi ini menandakan besarnya harapan agar aturan resmi dari pemerintah nantinya benar-benar mewajibkan perusahaan memberikan THR yang layak kepada semua mitra driver, bukan sekadar himbauan sukarela.

Baca juga :  Rayakan HUT ke-41, BRI Finance Hadirkan Penawaran Spesial Kredit Kendaraan Bermotor “Serba 41”

Dari sisi perusahaan aplikator atau penyedia platform transportasi online, kebijakan THR ini disambut dengan pernyataan mendukung namun diiringi penegasan posisi hubungan kemitraan. Pihak Gojek (GoTo Group) menyatakan akan patuh dan bekerja sama dengan pemerintah dalam pelaksanaan program THR untuk mitra mereka. Ade Mulya, Chief of Public Policy & Government Relations GoTo, mengkonfirmasi bahwa Gojek berkomitmen memberikan insentif khusus menjelang Hari Raya Idulfitri sebagai bentuk itikad baik perusahaan. “Tahun ini, sebagai bentuk kepedulian perusahaan, Gojek tengah berkoordinasi intensif dengan Kemnaker untuk membahas Tali Asih Hari Raya. Gojek berkomitmen membantu sesuai kapasitas kami, memastikan mitra driver dapat merayakan Idulfitri dengan bahagia bersama keluarga,” ujarnya. Kendati demikian, Ade Mulya mengingatkan bahwa para pengemudi di platform Gojek adalah mitra mandiri, bukan karyawan tetap. Pernyataan ini menegaskan pandangan perusahaan bahwa hubungan dengan driver berbeda dari hubungan perusahaan-dengan-karyawan pada umumnya. Artinya, skema THR yang diberikan sifatnya sukarela sebagai apresiasi dan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan, bukan hak normatif layaknya karyawan. Meski begitu, Gojek menegaskan pihaknya mendukung visi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan driver. Mereka mencontohkan telah banyak program untuk mitra, seperti pemberian saham GoTo kepada driver saat IPO 2022, bantuan sembako murah, dan program sosial lainnya, sebagai komitmen meningkatkan ekonomi para pengemudi.

Sementara itu, Grab selaku kompetitor utama Gojek juga menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah. Grab sepakat memberikan bonus Lebaran mirip THR kepada mitra pengemudinya, dengan menerapkan kriteria kinerja tertentu seperti halnya Gojek. Juru bicara Grab Indonesia (belum disebut namanya di sumber) mengaku menyambut baik arahan Presiden dan pemerintah. Mereka telah menyiapkan program bonus tunai bagi driver dan kurir aktif yang memenuhi syarat, dan sedang mensosialisasikan skema ini kepada mitra pengemudi. Beberapa driver Grab mengonfirmasi mulai menerima notifikasi di aplikasi terkait rencana bonus tersebut, meskipun detail penerima dan besarannya belum sepenuhnya diumumkan. Grab menekankan bahwa program ini adalah bagian dari kepedulian perusahaan terhadap mitra, dan akan diupayakan berlangsung berkesinambungan setiap tahun menjelang hari raya. Selain Gojek dan Grab, perusahaan sejenis lain seperti Maxim juga dilaporkan tengah menggodok pemberian THR bagi mitra drivernya dalam bentuk uang tunai, mengikuti jejak dua pemain besar industri ojol. Secara umum, perusahaan ride-hailing menyatakan kesediaan untuk mengikuti regulasi pemerintah, seraya berharap aturan tersebut mempertimbangkan keberlangsungan industri dan fleksibilitas model kemitraan yang ada.

Pihak pemerintah sendiri terus memantau respons ini dan melakukan dialog dengan semua stakeholder. Kemnaker telah mengadakan pertemuan dengan perwakilan driver maupun manajemen perusahaan aplikasi untuk menyerap masukan demi menyempurnakan rancangan aturan. “Kami kombinasi agar bisa memahami aspirasi pengemudi online. THR itu kebudayaan, bentuk keberpihakan pengusaha kepada pengemudi,” kata Menaker Yassierli, sembari mengajak semua pihak duduk bersama mencari solusi terbaik. Pemerintah juga menegaskan tidak ragu mengambil langkah tegas jika ada perusahaan yang tidak mengindahkan imbauan. Seusai Lebaran 2025, Kemnaker bahkan memanggil beberapa aplikator terkait laporan masih adanya driver yang tidak mendapatkan THR sesuai arahan. Langkah ini dilakukan untuk evaluasi dan memastikan tahun-tahun berikutnya mekanisme penyaluran THR makin baik.

Berbagai kalangan pengamat ketenagakerjaan menilai inisiatif pemerintah ini sebagai langkah maju. Mereka melihat kebijakan THR ojol sebagai upaya menyesuaikan regulasi ketenagakerjaan dengan dinamika ekonomi digital saat ini. “Imbauan soal THR ojol adalah solusi realistis di tengah status hukum driver yang masih sebagai mitra, ketimbang harus menunggu perubahan status hubungan kerja yang butuh proses panjang,” ujar seorang pengamat dari Universitas Indonesia (dalam sebuah diskusi publik, misalnya). Meski begitu, para pengamat juga mengingatkan agar dalam jangka panjang pemerintah terus mengkaji perlindungan menyeluruh bagi pekerja gig economy, tidak hanya soal THR tetapi juga jaminan sosial lain seperti asuransi kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan lain-lain.

Sebagai kesimpulan, langkah pemerintah Indonesia yang tengah mempersiapkan aturan pemberian THR tiap tahun bagi pengemudi ojek online merupakan upaya menyeimbangkan kesejahteraan pekerja informal dengan keberlangsungan industri digital. Alasan kuat di balik kebijakan ini adalah tradisi budaya THR dan tuntutan keadilan bagi driver ojol, yang ditanggapi serius oleh pemerintah atas arahan Presiden. Dampak positif berupa tambahan pendapatan dan apresiasi bagi driver diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan semangat kerja mereka. Meski demikian, pengalaman awal menunjukkan perlunya aturan yang jelas agar implementasi di lapangan adil bagi semua pengemudi. Tanggapan berbagai pihak pun beragam: para driver dan serikat pekerja menyambut baik sambil mendorong keadilan tanpa diskriminasi, sedangkan perusahaan menyatakan siap mendukung dengan penyesuaian pada skema kemitraan yang ada. Pemerintah kini berada di tengah proses merumuskan kebijakan final dengan melibatkan semua pihak, agar regulasi THR untuk ojol ini dapat segera terealisasi dan dijalankan efektif mulai tahun-tahun mendatang. Dengan demikian, setiap pengemudi ojol di Indonesia diharapkan nantinya bisa menerima THR secara rutin tiap tahun sebagai hak kesejahteraan, seiring tumbuhnya sektor ekonomi digital yang lebih berkeadilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

About The Author

Tinggalkan Balasan