
armedia.news | Indramayu – Bupati Indramayu, Lucky Hakim, akhirnya buka suara terkait perjalanannya ke Jepang yang menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dalam pernyataannya, Lucky Hakim menegaskan bahwa liburan tersebut merupakan perjalanan pribadi dan tidak menggunakan dana negara.
“Saya berangkat ke Jepang pada 2 April 2025 dan dijadwalkan kembali pada 6 April 2025. Sebagai informasi, cuti bersama berlaku hingga 7 April, dan insya Allah saya akan kembali bekerja pada 8 April,” ujar Lucky Hakim dalam pesan WhatsApp yang diterima pada Minggu (6/4/2025).
Kontroversi muncul setelah foto-foto liburan Lucky Hakim tersebar di media sosial, memicu kritik karena diduga dilakukan tanpa izin resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menanggapi hal tersebut, Lucky Hakim menyatakan bahwa dirinya akan segera menemui pihak Kemendagri untuk memberikan klarifikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya sudah memutuskan untuk memangkas anggaran perjalanan dinas luar negeri yang sebelumnya sebesar Rp500 juta, serta anggaran pengadaan mobil dinas baru senilai Rp1 miliar,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa dana yang dihemat dari anggaran tersebut akan dialokasikan untuk mendukung program ‘Satu Desa Satu Sarjana’, yang kini sedang berjalan dan melibatkan 317 orang per tahun.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebelumnya menyindir perjalanan Lucky Hakim melalui akun TikTok pribadinya, menyampaikan ucapan selamat berlibur dengan nada sarkastik. Sindiran tersebut langsung menarik perhatian publik dan memicu berbagai reaksi dari warganet.
Lucky Hakim juga menegaskan bahwa perjalanan tersebut telah direncanakan jauh-jauh hari dan tidak ada niat untuk melanggar aturan. “Saya mau kasih tahu screenshot tiket, sama saya bawa Kabag Umum saya, bahwa saya pergi tidak dibiayai oleh negara, bukan difasilitasi oleh kabupaten,” tegasnya.
Kini, Lucky Hakim tengah menunggu keputusan dari Kemendagri terkait perjalanannya tersebut. Sementara itu, berbagai pihak masih menyoroti kebijakan kepala daerah dalam melakukan perjalanan ke luar negeri, terutama di masa libur Lebaran yang dianggap sebagai periode krusial bagi pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT